Tataran Sintaksis


TATARAN SINTAKSIS

A.    Pengertian Sintaksis
Kata sintaksis sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata sun yang berarti ‘dengan’ dan kata tattein yang berarti ‘menempatkan’. Jadi secara etimologi istilah sintaksis itu mempunyai arti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Berikut beberapa defenisi sintaksis menurut ahli:
1.      Menurut Crystal (dalam Ba’dudu, 2010: 43) mendefenisikan sintaksis sebagai telaah untuk membentuk suatu kalimat dalam suatu bahasa.
2.      Menurut Paul Roberts (dalam Ba’dudu, 2010: 43) mendefenisikan sintaksis sebagai bidang tata bahasa yang menelaah hubungan kata-kata dalam kalimat, cara-cara menyusun kata-kata itu untuk membentuk suatu kalimat.
3.      Menurut Francis (dalam Ba’dudu, 2010: 43) menyatakan bahwa sintaksis adalah sub bagian tata bahasa yang menelaah tentang struktur kelompok kata.
4.      Menurut Fromkin dan Rodman (dalam Ba’dudu, 2010: 43) menyatakan bahwa sintaksis adalah bagian dari pengetahuan linguistic kita yang menelaah struktur kalimat.
5.      O’Grady dan Dobrovolsky (dalam Ba’dudu, 2010: 43) menyatakan bahwa sintaksis adalah sistem kaidah dan kategori yang memungkinkan kata-kata dikombinasikan untuk membentuk kalimat
B.     Struktur Sintaksis
Dalam pembicaraan struktur sintaksis pertama-tama harus dibicarakan masalah fungsi sintaksis, kategori sintaksis dan peran sintaksis. Dimana ketiga hal tersebut tidak bisa dipisahkan melainkan harus dibicarakan secara bersamaan.
1.      Fungsi
Struktur sintaksis itu terdiri dari susunan subjek (S), predikat  (P), Objek (O), Keterangan (K). Menurut Verhaar (dalam Chaer, 2007: 207) fungsi-fungsi sintaksis yang terdiri dari unsur-unsur subjek, predikat, objek dan keterangan merupakan “kotak-kotak kosong” atau “tempat-tempat kosong” yang tidak mempunyai arti apa-apa karena kekosongannya. Tempat yang kosong itu akan diisi oleh sesuatu yang memiliki peranan tertentu. Berikut dijelaskan fungsi-fungsi dari sintaksis:

a.       Fungsi Predikat
Predikat merupakan konstituen pokok yang disertai dengan konstituen subjek sebelah kiri, jika ada, konstituen objek, pelengkap dan atau keterangan wajib disebelah kanan. Predikat kalimat biasanya berupa frasa verbal atau frasa adjectival. Pada kalimat yang berpola SP, predikat dapat pula berupa frasa nominal, frasa numeral, atau frasa preposisional, disamping frasa verbal dan frasa adjectival.
b.      Fungsi Subjek
Subjek merupakan fungsi sintaksis yang terpenting yang kedua setelah predikat. Pada umumnya subjek berupa nomina, frasa nominal, atau klausa. Pada umumnya subjek berada disebelah kiri predikat. Jika unsur subjek panjang dibandingkan dengan unsur predikat, subjek sering juga diletakkan di akhir kalimat. Subjek pada kalimat imperatif adalah orang kedua atau orang pertama jaman dan biasanya tidak hadir. Subjek pada kalimat aktif transisif akan menjadi pelengkap bila kalimat itu dipasifkan
c.       Fungsi Objek
Objek adalah konstituen kalimat yang kehadirannya dituntut oleh predikat yang berupa verba transitif pada kalimat aktif. Letaknya selalu setelah predikatnya. Dengan demikian, objek dapat dikenali dengan memperhatikan jenis predikat yang dilengkapinya dan ciri khas objek itu sendiri. Verba transitif biasanya ditandai oleh kehadiran afiks tertentu. Objek biasanya berupa nomina atau frasa nominal. Objeka pada kalimat aktif transitif akan menjadi subjek jika dipasifkan. Potensi objek menjadi subjek apabila kalimat itu dipasifkan itu merupakan cirri utama yang membedakan objek dari nomina atau frase nominal.
d.      Fungsi pelengkap
Kebanyakan orang sering mencapuradukkan pengertian objek dan pelengkap. Hal ini dapat dimengerti karena antara kedua konsep itu terdapat kemiripan. Baik objek maupun pelengkap sering berwujud nomina, dan keduanya sering menduduki yang sama yakni dibelakang verba.


Dalam penyusunan suatu kalimat, keempat struktur sintaksis itu tidak harus ada dalam tiap kalimat. Contohnya pada kalimat “keluarlah nenek dari kamarnya” yang terdiri dari struktur predikat, subjek dan keterangan. Menurut Djoko Kentjono (dalam Chaer, 2007: 211) menyatakan hadir tidaknya suatu fungsi sintaksis tergantung pada konteksnya. Umpamanya dalam kalimat perintah, dan kalimat seruan, maka yang muncul hanyalah fungsi yang menyatakan jawaban, perintah, atau seruan itu. Perhatikan contoh berikut:
a.       Sudah ( sebagai jawaban dari kalimat tanya: kamu sudah makan?)
b.      Baca! ( perintah guru kepada seorang anak)
c.       Hebat (sebagai seruan pujian)
2.      Kategori
Dalam penjelasan kategori mempunyai banyak penjelasan yang berbeda dari beberapa pendapat ahli. Para ahli tata bahasa tradisional berpendapat bahwa fungsi subjek harus diisi oleh kategori nomina, fungsi predikat harus diisi oleh kategori verba, fungsi objek harus diisi oleh kategori nomina dan fungsi keterangan harus selalu diisi oleh kategoru adverbial. Contoh dari penjelasan tersebut dapat kita lihat seperti  kata “dia guru” merupakan sebuah kalimat yang salah. Dimana kalimat tersebut haru ditambah dengan kata  adalah atau menjadi agar menjadi suatu kalimat yang sesuai. Ada juga yang berpendapat bahwa subjek itu harus selalu nomina menurut Lapolewa 1990 (dalam Chaer, 2007: 212).
3.      Peran
Peran sebenarnya berkaitan langsung dengan masalah makna gramatikal yang dimiliki oleh struktur sintaksis itu. Makna gramatikal unsur-unsur leksikal sangat bergantung pada tipe atau jenis kategori kaata yang mengisi fungsi predikat dalam sintaksis itu. Dalam pembentukan suatu konstruksi, misalnya kalimat, setiap unsur memiliki andil dalam membentuk makna secara keseluruhan. Kalau predikatnya diisi oleh verba transitif makan, misalnya, maka pengisi fungsi subjek akan berperan ‘pelaku’ dan pengisi fungsi objek akan berperan ‘sasaran’, tetapi kalau fungsi predikat berupa verba kedinginan, maka pengisi fungsi predikat itu sendiri dapat memberi peran aktif seperti contoh kalimat berikut:
a.       Nenek menghitamkan rambutnya (peran aktif)
b.      Rambunya itu dihitamkannya (peran proses)
c.       Kulitnya mulai menghitam (peran pasif)
d.      Rambutnya sangat hitam (peran keaadaan)
C.     Alat Sintaksis
1.      Urutan Kata
Menurut Abdul Chaer (2007: 213) urutan kata adalah letak atau posisi kata yang satu dengan kata yang lain dalam satu konstruksi sintaksis. Dalam bahasa Indonesia urutan kata ini sangat penting, karena perbedaan urutan kata dapat menimbulkan perbedaan makna. Umpamanya pada kalimat tiga jam memiliki makna yang berbeda dengan kalimat jam tiga. Perbedaan makna dari kalimat itu bahwasannya kaliamt tiga jam lebih menunjukkan durasi waktu yang lamanya 3 x 60 menit, sedangkan makna yang dimiliki oleh kalimat jam tiga adalah menyatakan waktu.
Akan tetapi, tidak semua kalimat yang diubah posisinya dapat berubah makna. Misalnya, pada kalimat tadi pagi nenek melirik kakek, yand dapat dipindahkan menjadi Nenek melirik Kakek tadi pagi, atau  Nenek tadi pagi melirik kakek. Tapi, dalam kalimat itu juga memiliki batas untuk memindahkan kata agar tetap sama maknanya. Penyebab ketidakberterimaannya adalah kendala gramatikal, yakni hubungan antara fungsi predikat dan fungsi objek dalam kalimat transitif aktif sangat erat, tidak mungkin dipisahkan. Jadi antara kata melirik dan kata kakek tidak dapat diselipkan apa-apa.
Dalam bahasa Indonesia urutan kata sangat penting, karena jika urutan tersebut diubah dapat merubah makna dari sebuah kalimat tersebut. Beda halnya dengan bahasa latin, yang mana pada bahasa latin urutan kata itu tidak sangat penting. Artinya, urutan kata itu dapat dipertukarkan tanpa mengubah makna gramatikal dari kalimat tersebut. Misalnya, keenam kalimat berikut mempunyai makna yang sama, yaitu ‘Paul melihat Maria’ sebagai berikut:
a.       Paulus vidit Mariam
b.      Paulus Marian vidit
c.       Mariam vidit Paulus
d.      Mariam Paulus vidit
e.       Vidit Mariam Paulus
f.       Vidit Paulus Mariam
2.      Bentuk Kata
Bentuk kata dalam bahasa Indonesia sangat penting karenda jika bentuk sebuah kata diubah dapat merubah makna dari kata tersebut. Umpamanya kata lirik pada kalimat Nenek melirik Kakek  diganti menjadi kata dilirik sehingga kalimat itu menjadi Nenek dilirik Kakek. Dimana makna yang dikandung oleh kalimat yang sudah diganti bentuk katanya akan berubah.
3.      Intonasi
Intonasi adalah sebuah alat dari sintaksis yang tidak dapat dituliskan atau digambarkan pada ragam tulis secara teliti. Karena pada intonasi banyak menimbulkan banyak kesalahpahaman. Dalam bahasa Indonesia intonasi merupakan alat yang sangat penting, karena jika salah penggunaan intonasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Contoh yang dapat kita lihat pada kalimat berikut:
a.       Menurut cerita, ibu Aminah adalah orang gila di desa itu.
b.      Menurut cerita ibu, Aminah adalah orang gila di desa itu.
c.       Menurut cerita ibu Aminah, adalah orang gila di desa itu.
d.      Menurut cerita ibu Aminah adalah orang gila di desa itu.
4.      Konektor
Alat yang terakhir pada sintaksis adalah konektor. Konektor itu bertugas untuk menghubungkan satu konstituen dengan konstituen yang lain. Konektor berupa atau termasuk kategori penghubung. Konektor terbagi menjadi dua jenis, yaitu konektor koordinatif dan konektor subordinatif. Maksud dari konektor koordinatif adalah konektor yang menghubungkan dua buah konstituen yang sama kedudukannya atau yang sederajat. Konjungis seperti dan, atau, dan tetapi dalam bahasa Indonesia adalah konektor koordinatif, contohnya seperti kalimat sebagai berikut:
a.       Nenek dan kakek pergi berburu.
b.      Saya atau dia yang kamu tunggu?
c.       Dia memang galak tetapi hatinya baik.
Konektor subordinatif adalah konektor yang menghubungkan dua buah konstituen yang kedudukannya tidak sederajat. Konjungsi seperti kalau, meskipun dan  karena dalam bahasa Indonesia merupakan contoh dari konektor subordinatif, seperti dalam kalimat berikut:
a.       Kalau diundang, saya tentu akan datang.
b.      Dia pergi juga meskipun hari hujan.
c.       Kami terlambat datang karena jalan macet total.

KEPUSTAKAAN

Ba’dudu, Abdul muis dan Herman. 2010. Morfosintaksis. Jakarta: Rineka    Cipta.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

1 Komentar